1.
Teori
L.Green
Dalam rangka pembinaan dan peningkatan dan sikap
masyarakat terhadap masyarakat, tampaknya pendekatan edukasi (pendidikan
kesehatan) lebih tepat dibandingkan dengan pendekatan koersi. Dapat disimpulkan
bahwa pendidikan atau promosi kesehatan adalah suatu bentuk intervensi atau
upaya yang ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusifuntuk
kesehatan. Dengan perkataan lain, promosi kesehatan mengupayakan agar perilaku
individu, kelompok, atas masyarakat mempunyai pengaruh positif terhadap pemeliharaan
dan peningkatan kesehatan. Agar intervensi atau upaya tersebut efektif, maka
sebelum dilakukan intervensi perlu dilakukan diagnosisatau analisis terhadap
masalah perilaku tersebut. Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis
perilaku adalah konsep dari Lawrence Green (1980). Menurut Green, perilaku
dipengaruhi oleh tiga aktor utama, yaitu:
a.
Faktor
Predisposisi (Predisposing Factor)
Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat
terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat
pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Ikhwal ini dapat dijelaskan
sebagai berikut. Untuk berperilaku kesehatan, misalnya pemeriksaan kesehatan
bagi ibu hamil, diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang
manfaat periksa kehamilan baik bagi kesehatan ibu sendiri maupun janinnya. Di samping
itu, kadang-kadang kepercayaan, tradisi dan sistem nilai masyarakat juga dapat
mendorong atau menghambat ibu untuk periksa kehamilan. Misalnya orang hamil
tidak boleh disuntik (periksa kehamilan termasuk memperoleh suntikan anti
tetanus), karena suntikan bisa menyebabkan anak cacat. Faktor-faktor ini
terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut
faktor pemudah.
b.
Faktor
Pemungkin (Enabling Factors)
Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana
atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat
pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi,
dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas,
rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan
praktik swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan
sarana dan prasarana pendukung. Misalnya perilaku pemeriksaan kehamilan. Ibu
hamil yang mau periksa kehamilan melainkan ibu tersebut dengan mudah harus
dapat memperoleh fasilitas fasilitas atau tempat pemeriksaan kehamilan,
misalnya puskesmas, polindes, bidan praktik, ataupun rumah sakit. Fasilitas ini
pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan,
maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung, atau faktor pemungkin.
Kemampuan ekonomi pun juga merupakan faktor pendukung untuk berperilaku sehat.
c.
Faktor
Penguat (Reinforcing Factors)
Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh
masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk
petugas kesehatan. Termasuk juga di sini undang-undang, peraturan-peraruran,
baik dari pusat maupun pemerintah daerah, yang terkait dengan kesehatan. Untuk
berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan
sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh
(acuan) dari para tokoh masyarakat,
tokoh agama, dan para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Di samping itu
undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut.
Seperti perilaku periksa kehamilan, dan kemudahan memperoleh fasilitas periksa
kehamilan. Juga diperlukan peraturan atau perundang-undangan yang mengharuskan
ibu hamil melakukan periksa kehamilan. Oleh sebab itu, intervensi pendidikan
(promosi) kesehatan hendaknya dimulai dengan mendiagnosis ketiga faktor
penyebab (determinan) tersebut, kemudian intervensinya juga diarahkan terhadap
tiga faktor tersebut. Diagnosis perilaku ini disebut model “Precede”, atau predisposing, reinforcing, and enabling cause in educational diagnosis and evaluation
(Green, 1980). (Notoatmodjo, 2012; h.18-20)
0 komentar:
Posting Komentar